Artikel

Lupakan Isinya, Nikmati Kulitnya (Part 2)
Minggu, 30 Juni 2024 by Administrator(Oleh: Syamsiah, S,T) Selaras Antara Ucapan dan Tindakan
Bukan sekedar pembicaraan, namun perilaku lah yang musti diperhatikan. Mampukah menyelaraskan antara ucapan dengan tindakan. Kata-kata yang baik dan indah jika tidak diiringi dengan perilaku yang sama, maka hanya menjadi retorika belaka.
Kebalikannya, orang yang berisi, kata-katanya biasa saja. Namun perilakunya sarat akan makna. Inilah letak nilai diri seseorang. Orang-orang seperti ini jauh lebih bernilai ketimbang yang tidak bisa membuktikan ucapannya. Kemampuannya berbicara malah menjadikannya mudah memutarbalikan fakta dengan berbagai manipulasi argumentasi.
Yang sebenarnya baik dan benar malah terlihat buruk dan salah. Yang malas dan salah malah terlihat baik dan benar. Inilah bahayanya percaya ucapan ketimbang tindakan. Ia memandang remeh orang-orang penuh makna. Justru malah menilai indah orang-orang yang tidak bermakna. Karena mudah mempercayai ucapan tanpa mencari tahu kebenarannya.
Penyakit Karena Menggemari Bungkus
Pada makanan, ada jenis organ tubuh hewan seperti ayam/sapi yang dimakan justru adalah bungkusnya, yaitu ampela. Ampela memiliki rasa yang gurih dan kenyal. Ampela adalah kulit pada tempat berisi kotoran dari tubuh hewan tersebut. Karena merupakan tempat kotoran, maka kebanyakan mengkonsumsinya dapat menyebabkan penyakit.
Senada dengan penyakit karena menggemari ampela, jika kita tergolong penikmat bungkus pada karakter, maka penyakit pun akan timbul. Dalam jangka waktu yang panjang, para penikmat bungkus ini akan terserang penyakit pada hati yang juga menjadi penyakit lahir.
Betapa banyak orang yang sakit karena karakternya sendiri ketimbang sebab-sebab medis. Telah diteliti bahwa orang yang terkena diabetes adalah mereka yang memendam kepahitan dalam hidup hingga membuatnya sangat gemar dengan yang manis-manis.
Orang yang suka merasa iri dengan orang lain maka ia akan mudah stres. Stres ini membuat gangguan psikosomatis yang merusak metabolisme tubuh. Banyak orang yang mengalihkan rasa stress dengan makanan. Sehingga tanpa disadari tubuh menjadi sulit dikendalikan. Serta masih banyak lagi penyakit-penyakit fisik dengan sebab penyakit batin ini.
Orang-orang yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mayoritas adalah mereka yang kesehariannya selalu terlihat ceria. Orang yang terlihat sempurna sampai menjadi panutan banyak orang malah sebenarnya ia tertekan menjalani hidupnya. Berawal dari tekanan orang tua yang menuntutnya tampil sempurna. Hingga terbawa pada kehidupan yang ia jalani selanjutnya. Ia sebenarnya lelah dengan kesempunaan semu itu. Namun ia pun tak mampu untuk kembali menjadi dirinya sendiri.
Bukan kebahagiaan namanya jika berlimpah materi namun terasa hampa di hati. Kebahagiaan adalah ketika kita mampu berdamai dan tenang menjalani kehidupan tanpa musti mengkhawatirkan keadaan sekitar atau apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kebahagiaan adalah ketika kita mampu menikmati saat ini dengan berbagai minat dan bakat.
Epilog
Tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat kesalahan. Siapapun berpotensi berbuat salah. Justru kita musti berhati-hati dengan yang terlihat sempurna. Karena di balik itu ia menyembunyikan kesalahannya lalu melampiaskan ketidaksempurnaan emosi diri pada orang terdekatnya. Justru ini lebih berbahaya ketimbang yang mau tampil apa adanya. Atau, karena ingin terlihat sempurna, ketika ditemukan kesalahannya, ia akan memberikan argumen yang hanya membuat lelah orang yang menaggapinya.
Untuk itu, tidak perlu malu dengan ketidaksempurnaan diri. Tidak perlu mencari-cari kesalahan orang lain atau membesarkan kesalahan orang lain. Dan yang lebih bahaya sampai memfitnah dan mengadu domba orang lain untuk menutupi kesalahan diri. Terpenting adalah menyadari kesalahan diri untuk menjadi cermin agar tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
Manusia dewasa adalah manusia yang mau belajar dari kesalahan dan memperbaikinya. Sehingga sikap kita dari hari ke hari menjadi semakin berakhlak dan semakin selaras antara ucapan dan tindakan. Bukan menjadi pribadi kerdil yang tidak pernah mempelajari kesalahan diri dan tidak mau memperbaiki diri hanya karena tidak mau terlihat kesalahan dirinya.