Artikel
Anomali Kecerdasan
Selasa, 7 Januari 2025 by AdministratorOleh: Syamsiah, S.T
Mengapa orang yang memiliki kecerdasan akademik tinggi dan banyak prestasi kebanyakan malah tidak berhasil ketika terjun di masyarakat? Sehingga posisi-posisi strategis di berbagai pekerjaan, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak, malah lebih banyak dipegang oleh orang-orang yang kemampuannya biasa saja, dan bahkan banyak yang di bawah rata-rata? Akibatnya, hasil kerja menjadi tidak optimal dan tidak tepat sasaran.
Banyak yang tidak kita sadari bahwa manusia memiliki beragam jenis kecerdasan. Mulai dari kecerdasan intelektual yang dikenal dengan IQ, kecerdasan emosional atau dikenal dengan EQ, hingga kecerdasan spiritual atau yang dikenal sebagai SQ.
Selama ini pola pendidikan kita hanya menggaungkan IQ sebagai pemicu keberhasilan hidup seseorang. Seseorang dianggap berprestasi jika mampu menyelesaikan soal-soal akademik yang hanya berada di ranah kognitif. Prestasi akademik yang selalu digaungkan malah dapat membuat seseorang menjadi jumawa. Sifat jumawa ini menunjukkan rendahnya kecerdasan emosi.
Banyak orang tua yang mendidik anaknya untuk selalu benar. Jika melakukan hal yang dianggap benar, maka akan mendapat pujian. Sebaliknya, jika melakukan hal yang dianggap salah, maka akan mendapat teguran, cacian dan umpatan. Siapa pun pasti akan memilih mendapat pujian ketimbang mendapat umpatan. Hal inilah yang membuat seseorang mengejar melakukan hal-hal yang mendapat pujian ketimbang teguran.
Padahal salah-benar dalam hidup adalah proses untuk terus belajar. Bukan malah memaksakan diri untuk terus terlihat benar dan bagus di mata semua orang. Apalagi untuk hal-hal yang tidak prinsip. Masing-masing individu memiliki parameter nilainya masing-masing. Jika hal ini jadi parameter, maka akan dapat saling berbenturan satu sama lain karena melihat kebenaran berdasar kacmatanya masing-masing.
Lain halnya jika yang menjadi acuan adalah nilai-nilai dasar berkehidupan seperti nilai agama dan nilai dan norma yang telah tercantum dalam peraturan yang ada di lingkungannya sendiri. Sekolah, kampus, perusahaan dan lembaga pemerintahan masing-masing memiliki aturannya sendiri.
Begitu juga dengan tempat-tempat tertentu seperti di jalan, di terminal, di stasiun, di bandara dan lokasi-lokasi di luar ruangan lainnya. Begitu pula sarana dan prasarana umum yang berada di dalam ruangan seperti rumah sakit, bioskop dan tempat ibadah. Biasanya tempat-tempat umum baik di dalam maupun di luar ruangan mencantumkan peraturan secara tertulis di pintu masuk dan di tempat-tempat yang strategis.
Kecerdasan emosi adalah ketika kita mampu mengikuti aturan, norma dan etika yang berlaku di tempat kita berada. Di tempat kerja adalah bagaimana kita mampu membawa diri sehingga mampu bekerja sama dengan sesama rekan kerja tanpa merasa menjadi paling unggul. Sehingga ketika terjun di masyarakat, apa yang menjadi idenya dapat diwujudkan dengan mengedepankan kepentingan bersama ketimbang mengedepankan idealismenya sendiri.
Inilah yang membuat orang-orang yang memiliki prestasi akademik tinggi namun tidak dapat menerapkannya dalam berkehidupan. Ia merasa unggul dengan ide-idenya tapi tidak mengupayakan kolaborasi dengan sesamanya. Ia menganggap remeh ide yang berbeda dengannya.
Sedangkan orang-orang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, ia bisa mengelola ego dan kesombongan dirinya agar bisa menghasilkan kerja sama dan kolaborasi yang baik dengan lingkungannya. Sehingga, jika dibandingkan, seseorang yang memiliki IQ tinggi tapi tidak diiringi dengan kecerdasan emosi yang baik, ia akan sulit bekerja sama dan berkolaborasi karena masih merasa dirinya sebagai yang paling unggul dan sering menyalahkan hal-hal kecil di lingkungannya. Sebaliknya, orang-orang dengan kecerdasan intelektual yang tidak tinggi namun memiliki kecerdasan emosi yang baik, ia mampu bekerja sama dan mampu mendengarkan saran dari orang-orang di sekitarnya. Lambat laun, ia akan terus berkembang dan berkembang.
Kecerdasan intelektual tinggi yang diiringi dengan kecerdasan emosi yang tinggi juga belum bisa membuat seseorang mampu bertahan menjalani amanah atau tugas yang ada sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Betapa banyak orang yang cerdas secara intelektual juga sabar untuk mencari sela dalam mengambil untung untuk kepentingan dirinya dan golongannya sendiri. Sehingga tidak menghasilkan pekerjaan yang bisa dinikmati hasilnya oleh orang banyak.
Agar seseorang bisa menjadi amanah dalam mengemban tugas, maka diperlukan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual dapat membuat seseorang tetap tegar dalam mengarungi kehidupan yang kian banyak ujiannya. Kecerdasan ini baru akan terlihat ketika seseorang sering mengalami jatuh-bangun padahal telah berupaya sebaik mungkin dalam hidupnya padahal sudah mematuhi beragam hukum yang berlaku.
Kombinasi antara kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang baik akan menghasilkan sosok yang penuh terobosan namun tetap menjaga etika pada sesama dan patuh pada hukum yang berlaku. Bisa dibilang, meski seseorang tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang baik, namun kecerdasan spiritualnya akan terus menuntunnya untuk melakukan hal yang sesuai dengan yang dibutuhkan lingkungannya. Karena belum tentu yang dibutuhkan lingkungannya bukanlah yang paling bagus, tapi yang dibutuhkan adalah yang paling bersesuaian dengan kebutuhan mereka.